Istilah mangrove berasal dari istilah yang digunakan untuk salah satu vegetasi hutan mangrove yaitu Rhizophora sp (bakau). Menurut MacKinnon dkk. (2000) hutan mangrove adalah nama kolektif untuk vegetasi pohon yang menempati pantai berlumpur di dalam wilayah pasang surut, dari tingkat air pasang tertinggi sampai tingkat air surut terendah. Hutan mangrove hanya terdapat di pantai yang kekuatan ombaknya terpecah oleh penghalang berupa pasir, terumbu karang atau pulau. Ekosistem hutan mangrove dapat dibedakan dalam tiga tipe utama yaitu bentuk pantai/delta, bentuk muara sungai/laguna dan bentuk pulau. Ketiga tipe tersebut semuanya terwakili di Indonesia. Menurut Khazali (2005), kondisi pantai yang baik untuk ditumbuhi vegetasi hutan mangrove adalah pantai yang mempunyai sifat-sifat; air tenang/ombak tidak besar, air payau, mengandung endapan lumpur dan lereng endapan tidak lebih dari 0,25 - 0,50%.
Salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia menurut Bengen (2002) dalam Fachrul (2007) adalah sebagai berikut:
1. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia sp. Pada zona ini biasa berasosiasi dengan Sonneratia sp yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
2. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora sp. Pada zona ini juga dijumpai Bruguiera sp dan Xylocarpus sp.
3. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera sp.
4. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi nipah (Nypa fructicans) dan beberapa spesies palem lainnya.
Menurut Nybakken (1982) hutan mangrove di Indonesia memilliki keanekaragaman yang terbesar di dunia. Komunitas mangrove membentuk pencampuran antara dua kelompok, yaitu kelompok fauna daratan /terestial (arboreal) yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove dan kelompok fauna perairan /akuatik. Beberapa hewan tinggal di atas pohon sebagian lain di antara akar dan lumpur sekitarnya. Walaupun banyak hewan yang tinggal sepanjang tahun, habitat mangrove penting pula untuk pengunjung yang hanya sementara waktu saja, seperti burung yang menggunakan dahan mangrove untuk bertengger atau membuat sarangnya tetapi mencari makan di daratan yang jauh dari habitat mangrove.
Kelompok hewan arboreal yang hidup di atas daratan seperti serangga, ular pohon, primata dan burung yang tidak sepanjang hidupnya berada di habitat mangrove, tidak perlu beradaptasi dengan kondisi pasang surut. Burung-burung dari daerah daratan menemukan sumber makanan dan habitat yang baik untuk bertengger dan bersarang. Mereka makan kepiting, ikan dan moluska atau hewan lain yang hidup di habitat mangrove.
Kelompok lain yang bukan hewan arboreal adalah hewan-hewan yang hidupnya menempati daerah dengan substrat yang keras (tanah) atau akar mangrove maupun pada substrat yang lunak (lumpur). Kelompok ini antara lain adalah jenis kepiting mangrove, kerang-kerangan dan golongan invertebrata lainnya.
Adaptasi vegetasi hutan mangrove yang unik menyebabkan mangrove dapat tumbuh pada daerah yang cukup ekstrim bagi sebagian besar tanaman, yaitu daerah dengan kadar oksigen rendah, salinitas (kadar garam) yang tinggi dan dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Bengen (2002), adaptasi vegetasi hutan mangrove dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
A. Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah; dengan memiliki bentuk perakaran yang khas (tipe cakar ayam/pasak dengan pneumatofora dan tipe tongkat/tunjang dengan lentisel untuk mengambil oksigen dari udara);
B. Adaptasi terhadap kadar garam tinggi; memiliki sel-sel khusus dalam daun untuk menyimpan garam, daun tebal dan kuat yang banyak mengandung air untuk menjaga keseimbangan garam dan memiliki stomata khusus untuk mengurangi penguapan;
C. Adaptasi terhadap tanah yang tidak stabil dan pasang surut; mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar untuk memperkokoh pohon dan mengambil unsur hara serta menahan sedimen.
sumber : jurnal yang ditulis oleh Syaiful Eddy, S.Si (Dosen Fakultas MIPA Jurusan Biologi Universitas PGRI Palembang)
Salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia menurut Bengen (2002) dalam Fachrul (2007) adalah sebagai berikut:
1. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia sp. Pada zona ini biasa berasosiasi dengan Sonneratia sp yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
2. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora sp. Pada zona ini juga dijumpai Bruguiera sp dan Xylocarpus sp.
3. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera sp.
4. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi nipah (Nypa fructicans) dan beberapa spesies palem lainnya.
Menurut Nybakken (1982) hutan mangrove di Indonesia memilliki keanekaragaman yang terbesar di dunia. Komunitas mangrove membentuk pencampuran antara dua kelompok, yaitu kelompok fauna daratan /terestial (arboreal) yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove dan kelompok fauna perairan /akuatik. Beberapa hewan tinggal di atas pohon sebagian lain di antara akar dan lumpur sekitarnya. Walaupun banyak hewan yang tinggal sepanjang tahun, habitat mangrove penting pula untuk pengunjung yang hanya sementara waktu saja, seperti burung yang menggunakan dahan mangrove untuk bertengger atau membuat sarangnya tetapi mencari makan di daratan yang jauh dari habitat mangrove.
Kelompok hewan arboreal yang hidup di atas daratan seperti serangga, ular pohon, primata dan burung yang tidak sepanjang hidupnya berada di habitat mangrove, tidak perlu beradaptasi dengan kondisi pasang surut. Burung-burung dari daerah daratan menemukan sumber makanan dan habitat yang baik untuk bertengger dan bersarang. Mereka makan kepiting, ikan dan moluska atau hewan lain yang hidup di habitat mangrove.
Kelompok lain yang bukan hewan arboreal adalah hewan-hewan yang hidupnya menempati daerah dengan substrat yang keras (tanah) atau akar mangrove maupun pada substrat yang lunak (lumpur). Kelompok ini antara lain adalah jenis kepiting mangrove, kerang-kerangan dan golongan invertebrata lainnya.
Adaptasi vegetasi hutan mangrove yang unik menyebabkan mangrove dapat tumbuh pada daerah yang cukup ekstrim bagi sebagian besar tanaman, yaitu daerah dengan kadar oksigen rendah, salinitas (kadar garam) yang tinggi dan dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Bengen (2002), adaptasi vegetasi hutan mangrove dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
A. Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah; dengan memiliki bentuk perakaran yang khas (tipe cakar ayam/pasak dengan pneumatofora dan tipe tongkat/tunjang dengan lentisel untuk mengambil oksigen dari udara);
B. Adaptasi terhadap kadar garam tinggi; memiliki sel-sel khusus dalam daun untuk menyimpan garam, daun tebal dan kuat yang banyak mengandung air untuk menjaga keseimbangan garam dan memiliki stomata khusus untuk mengurangi penguapan;
C. Adaptasi terhadap tanah yang tidak stabil dan pasang surut; mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar untuk memperkokoh pohon dan mengambil unsur hara serta menahan sedimen.
sumber : jurnal yang ditulis oleh Syaiful Eddy, S.Si (Dosen Fakultas MIPA Jurusan Biologi Universitas PGRI Palembang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar